Rabu, 12 November 2008

Mahathir: Siapa Pun Bisa Jadi Perdana Menteri

MALAYSIA
Mahathir: Siapa Pun Bisa Jadi Perdana Menteri
Mahathir Mohammad (kiri) tersenyum saat menjawab pertanyaan dari sejumlah wartawan saat Mukhriz Mahathir yang berada di belakangnya memperhatikan berlangsungnya konferensi pers di Putrajaya, 8 Januari 2007.
Kamis, 13 November 2008 | 06:48 WIB
KUALA LUMPUR, RABU - Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, Rabu (12/11), menegaskan, siapa pun bisa menjadi PM Malaysia selama masih tercatat sebagai warga negara Malaysia dan dapat diterima oleh seluruh rakyat Malaysia. Tak peduli apakah ia berasal dari etnis Melayu atau etnis non-Melayu.

”Siapa pun bisa menjadi PM di sini. Namun, terlebih dahulu ia harus menjadi pemimpin partai berkuasa,” kata Mahathir.

Ia menambahkan, tidak ada aturan yang menyatakan etnis China atau India tidak dapat menjadi PM. Namun, tetap saja ia mengaku Malaysia tidak akan dapat begitu saja melepaskan sistem politik yang berlaku saat ini. Sistem politik yang ada dikendalikan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang mewakili warga etnis Melayu dan memimpin koalisi partai-partai multirasial.

Kemenangan Barack Obama dalam Pemilihan Presiden AS memicu pembicaraan tentang kemungkinan pemimpin kelompok minoritas dapat menjadi pemimpin di Malaysia. Sampai sekarang Malaysia dipimpin anggota partai berkuasa yang didominasi komunitas etnis Muslim Melayu.

”Mau tidak mau harus begitu. Setiap partai multirasial tetap saja didominasi suatu ras tertentu. Malaysia belum siap mempunyai partai politik yang benar-benar multirasial. Bahkan, Partai Aksi Rakyat Singapura saja tidak multirasial,” kata Mahathir dalam laporan kantor berita Bernama, Rabu.

Bulan lalu PM Singapura Lee Hsien Loong menyebutkan Singapura belum bisa menerima PM yang berasal dari etnis non- China.

Mahathir mengingatkan untuk tak hanya menyorot UMNO dan koalisi Barisan Nasional (BN). Pasalnya, partai-partai oposisi yang ada di Malaysia saja belum dapat membuktikan mereka 100 persen multirasial. Padahal, mereka berkali-kali menuntut supaya politik ras harus segera diakhiri. ”Partai Barisan Nasional terbukti selama 50 tahun dapat mengurangi perdebatan rasisme,” ujarnya.

Belum bersatu

Mahathir mengaku, saat masih memerintah, ia gagal mempersatukan sekolah daerah dan sekolah nasional. Ini dinilai Mahathir bukti masyarakat Malaysia belum siap bersatu. ”Kita belum bersatu jika untuk urusan seperti itu saja masih belum bisa sepakat. Padahal, seharusnya kan baik jika semua anak bisa belajar bersama tanpa memandang perbedaan ras sehingga kita tak lagi perlu ribut soal diskriminasi ras,” ujarnya.

Penanganan isu ras seharusnya dilakukan secara perlahan dan tak bisa instan. Rakyat juga harus siap berkorban dan mempercepat pemulihan stabilitas nasional. Itu tidak bisa dicapai oleh partai oposisi, tetapi justru oleh partai yang berdasarkan ras seperti BN. ”Saya kira partai dengan politik ras itu masih relevan untuk saat ini. Terlepas apakah kita suka atau tidak suka,” kata Mahathir.

Ketika ditanya wartawan mengenai kaitan politik ras dengan kekalahan BN pada pemilu lalu, ia kembali menegaskan dua hal itu tidak terkait satu sama lain.

”Itu tidak benar. Tidak ada hubungannya. Rakyat jelas tidak menolak politik ras karena partai-partai oposisi yang mereka dukung—seperti Partai Keadilan, Partai Islam Se-Malaysia, dan Partai Aksi Demokratik—itu juga partai dengan politik ras. Sama saja sebenarnya,” kata Mahathir. (AFP/LUK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar