Kamis, 20 November 2008

Indonesia Akan Tinggalkan Sistem Presidensial

Indonesia Akan Tinggalkan Sistem Presidensial

JAKARTA, JUMAT - Sistem pemerintahan presidensial yang selama ini diterapkan dalam pemerintahan di Indonesia, sadar atau tidak sadar, lambat laun akan ditinggalkan. Sebaliknya, Indonesia akan menuju pada sistem pemerintahan yang parlementer.

Perubahan itu diakibatkan reformasi politik dan amandemen konstitusi yang tidak terencana dan terukur dengan baik. Oleh sebab itu, amandemen UUD 1945 kembali merupakan sebuah kemestian, untuk merumuskan ulang sistem presidensial tersebut.

Demikian disampaikan pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH UKI), John Pieris, dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap FH UKI di Kampus UKI Cawang, Jakarta Timur, Jumat (14/11).

Mantan anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) itu menyampaikan pidatonya yang berjudul "Proporsionalitas Kekuasaan Presiden RI dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil". Acara itu dihadiri Rektor UKI Bernard SM Hutabarat, Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum UKI Yapto Suryosumarno, serta civitas akademika FH UKI.

"Beberapa kali perubahan terhadap beberapa pasal dan ayat UUD 1945, Indonesia akan menuju pada sistem pemerintahan parlementer. Dan, secara sadar dan tidak sadar akan meninggalkan sistem pemerintahan presidensiil. Ini akibat reformasi politik dan konstitusi yang tidak terencana dan terukur dengan baik," tandas John Pieris.

Menurut John Piries, konstitusi atau hukum dasar pada dasarnya merupakan kontrak sosial. Oleh karenanya, konstitusi yang dibuat itu harus pula mencerminkan aspirasi politik dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. "Konstitusi yang dibuat oleh para pembuatnya tidak boleh semata-mata untuk kepentingan pembentuknya, tetapi justru harus secara objektif dan rasional mengakomodir aspirasi dari semua lembaga negara," ujarnya.

Diakui John Piries, proses perubahan konstitusi tidak dipersiapkan secara matang. Bahkan, terkesan terburu-buru, reaktif dan emosional. Pembentuk UUD (MPR yang dikuasai oleh anggota-anggota DPR) terkesan lebih mengutamakan kepentingan politik dan kekuasaannya. "Kekuasaan eksekutif dan judikatif diminimalisasi sedemikian rupa, sehingga secara perlahan-lahan sistem pemerintahan presidensiil bergeser menjadi sistem pemerintahan parlementer," jelasnya.

John Pieris mencontohkan pasal-pasal dan ayat-ayat UUD 1945 yang sudah diamandemen, akan tetapi terdapat beberapa kerancuan mengenai kekuasaan dan kewenangan Presiden dalam perspektif sistem pemerintahan presidensiil. "Ada juga ketentuan yang menegaskan prinsip-prinsip pemerintahan presidensiil, namun dalam politik ketatanegaraan justru tidak tampak," papar John Piries, menyebut sejumlah pasal UUD 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar