Sabtu, 25 Desember 2021

Hari Ibu yang Bukan Mother's Day

 Hari Ibu di Indonesia diperingati bukan sebagai Mother''s Day tetapi diperingati sebagai gerakan perempuan yang membuat sejarahnya dalam upayanya melawan penjajah baik Belanda dan Jepang. Para aktivis perempuan tergerak saat mereka melihat dilaksanakannya Sumpah Pemuda yang dapat membangun rasa nasionalisme diantara aktivis gerakan pada 28 Oktober 1928. Para aktivis perempuan ini juga mendapat undangan untuk hadir di acara pertemuan perempuan di Honolulu, Hawai. Para aktivis menjadi bersemangat dengan keadaan tersebut, sehingga dirancanglah kegiatan mengumpulkan kaum perempuan di Ndalem Joyodipuran, Yogyakarta dan terselenggaralah Kongres Perempuan Indonesia tanggal 22 Desember 1928.

Pada masa sebelum kemerdakaan dan masa Soekarno menjadi Presiden Indonesia, oganisasi perempuan tumbuh dan berkembang luas. Dukungan partai politik terhadap gerakan perempuan menguat sehingga hampir setiap partai politik memiliki sayap perempuannya. Bahkan perempuan Indonesia saat itu sudah terlibat aktif dalam Pemilihan Umum yang diselenggarakan pertama kali di Indonesia tahun 1955. Mereka sudah memperoleh hak memilih dan dipilih. hal ini berbeda dengan negara-negara di Amerika dan Eropa yang mesti berjuang puluhan tahun. 

Gerakan perempuan yang ada pada masa Orde Lama sangat aktif dalam merespon kondisi perempuan yang ada saat itu. Meskipun mereka memiliki aliran politik yang berbeda-beda serta melakukan gerakannya juga berbeda-beda tetapi semangat untuk memperbaiki kondisi perempuan juga sangat tinggi. Bahkan diantara mereka telah dibangun solidaritas diantara anggota organisasi. Untuk menengok anggota organisasi yang sakit mereka rela harus berjalan berhari-hari karena masih terbatasnya transportasi yang ada. Bahkan ketua organisasi perempuan yang ingin mengunjungi anggotanya di Kalimantan, mereka harus naik kapal yang memakan perjalanan untuk sampai di tempat sampai 7 hari. Gerakan perempuan meredup saat memasuki masa Orde Baru.

Pada masa Orde Baru, berbagai organisasi perempuan disatukan dalam Dharma Wanita, PKK dan Dharma Pertiwi beserta Kowani. Pada masa inilah perempuan hanya beraktivitas sebagai ibu di ranah domestik. Tanggung jawab dan kewajibannya hanya di ranah domestik yang merawat keluarga dan bergerak diranah sosial. Julia Suryakusuma  menyebut posisi perempuan sebagai Ibuisme Negara, dimana posisi perempuan berdasar posisi penting suaminya di ranah publik. Sebaliknya, karier suami ditentukan oleh sejauh mana istrinya aktif dan turut serta dalam Dharma Wanita. Selama 32 tahun, konsep Ibuisme menarik semua perempuan hanya bisa berada di ranah domestik. Perempuan yang bisa aktif di ranah publik apabila masuk di partai Golkar. 

Pengaburan sejarah gerakan perempuan selama 32 tahun ini sangat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perempuan. Bahwa perempuan memiliki kewajiban merawat keluarga, serta bila diperlukan akan terjun di ranah publlik. Sehingga penghasilan perempuan hanya sebagai tambahan dari pendapatan suami. Ketidakjelasan inilah yang megaburkan sejarah Kongres Perempuan Indonesia yang dilakukan untuk pembebasan tanah air, kesetaraan dan keadilan perempuan. Maka wajar jika masyarakat yang tidak paham tentang sejarah gerakan perempuan, menganggap Hari Ibu sebagai Mother's Day. Karena memang ada sejarah yang mengaburkan peranan perempuan dalam ranah politik.

25 Desember 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar